Sejak tahun 1990-an, WALHI – Friends of the Earth Indonesia telah mempromosikan konsep “Sistem Hutan Kerakyatan (SHK)”, yang mengutamakan peran masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL) dalam memastikan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. WALHI mengembangkan model SHK ini sebagai respon langsung terhadap dampak destruktif yang ditimbulkan oleh sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kepentingan korporasi daripada kepentingan masyarakat. Di Indonesia, banyak bukti menunjukkan bahwa pengelolaan kehutanan oleh korporasi telah menyebabkan eksploitasi dan komodifikasi sumber daya alam secara berlebihan dengan mengabaikan dampak negatif terhadap lingkungan, masyarakat, yang pada gilirannya berkontribusi terhadap krisis iklim dan menyebabkan bencana ekologis.
Pada tahun 2014, WALHI memperluas konsep SHK menjadi Wilayah Kelola Rakyat (WKR), yang selanjutnya tidak hanya mencakup kawasan hutan, tetapi juga pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir. WALHI kemudian mempromosikan WKR sebagai konsep dan model yang memastikan bahwa MAKL berdaulat dalam penguasaan, pengelolaan, produksi, dan konsumsi hasil pengelolaan sumber daya alam di wilayah masing-masing. Pengakuan dan perlindungan WKR adalah jalan menegakkan kedaulatan MAKL atas wilayahnya sekaligus jalan untuk mengembalikan model pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pemulihan ekosistem dan upaya kolektif untuk MAKL untuk mengurangi dampak krisis iklim dan bencana ekologis.
WKR adalah kesatuan ruang hidup yang dikuasai dan dikelola langsung oleh rakyat dengan corak produksinya yang beragam, dikelola sesuai dengan kearifan lokal, diselaraskan dengan potensi sumber daya alamnya serta daya dukung lingkungannya. Dengan demikian Wilayah Kelola Rakyat (WKR) merupakan ruang hidup dengan sistem kelola yang integratif, yang diyakini akan memobilisasi kekuatan rakyat dalam dalam mewujudkan tata kelola sumber daya yang berkelanjutan.
Saat ini Wilayah Kelola Rakyat yang dikelola oleh komunitas dampingan WALHI pada tahun 2022 tercatat seluas 1.161.338 ha yang terbagi dalam dua skema, yaitu: Skema Perhutanan Sosial seluas 1.042.181 ha dan Skema Reforma Agraria seluas 119.157,36 Ha. Penerima manfaat dari perlindungan dan pengembangan wilayah Kelola rakyat ini sebanyak 160.033 Kepala Keluarga berada di 28 Provinsi yang tersebar di 98 Kabupaten, 184 Kecamatan dan 309 Desa. Pengakuan negara atas wilayah tersebut merupakan kemenangan MAKL atas perampasan lahan oleh negara di sektor kehutanan, serta konflik dengan industri ekstraktif seperti sawit dan konsesi tambang. Sementara 1.007.073 hektar WKR masih dalam tahap pengajuan atau dalam proses verifikasi teknis untuk mendapatkan persetujuan pengakuan dan perlindungan dari negara.